eBrita.com – Pemerintah memberikan angin segar bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini terhambat kenaikan jabatan akibat tidak lulus Uji Kompetensi (UKOM). Dalam waktu dekat, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) akan menerapkan kebijakan afirmasi yang memungkinkan ASN tetap mendapatkan kesempatan promosi meskipun gagal dalam UKOM.
Kebijakan ini lahir sebagai respons terhadap banyaknya keluhan dari ASN, terutama yang sudah mengabdi lama dan memiliki rekam jejak kinerja baik, namun gagal naik jabatan hanya karena tidak lolos uji tulis atau asesmen formal.
“Tidak semua ASN yang tidak lulus UKOM berarti tidak kompeten. Bisa saja karena faktor nonteknis, seperti gugup, kurangnya akses pembelajaran, atau tidak familiar dengan format ujian. Inilah yang ingin kami perbaiki lewat kebijakan afirmasi,” ujar Deputi Bidang SDM Aparatur KemenPAN-RB, Alex Denni, saat ditemui di Jakarta.
Dalam skema afirmasi yang sedang difinalisasi tersebut, pemerintah akan membuka jalur alternatif bagi ASN yang dinilai memiliki kinerja baik, loyalitas tinggi, dan kontribusi nyata di instansi, untuk tetap naik jabatan meski tidak lolos UKOM. Salah satunya dengan pendekatan Recognition of Prior Learning (RPL), yaitu pengakuan terhadap pengalaman dan capaian kerja yang telah dilakukan ASN dalam jangka waktu tertentu.
Dengan RPL, seorang ASN dapat diusulkan naik jabatan setelah menjalani pembinaan khusus dan evaluasi menyeluruh yang tidak hanya mengandalkan hasil tes, tetapi juga mempertimbangkan integritas, tanggung jawab, dan kinerja riil di lapangan.
“Kami ingin adil. ASN yang berkinerja bagus namun terhambat secara administratif tetap harus diberi ruang untuk tumbuh,” tambah Alex.
Kebijakan afirmasi ini terutama menyasar ASN dengan jabatan fungsional, seperti guru, tenaga kesehatan, penyuluh pertanian, analis kebijakan, dan jabatan teknis lainnya. Selama ini, jabatan-jabatan tersebut sangat bergantung pada kelulusan UKOM untuk naik ke jenjang karier yang lebih tinggi.
Tidak sedikit kasus di mana ASN dengan pengalaman lebih dari 15 tahun dan capaian kerja luar biasa terhambat promosi karena satu kali gagal dalam uji kompetensi. Kondisi ini dianggap tidak ideal untuk membangun birokrasi yang adil dan adaptif.
Oleh karena itu, pemerintah akan menggabungkan pendekatan meritokrasi dengan empati terhadap kondisi di lapangan. ASN yang gagal UKOM akan diberikan program pembinaan intensif, termasuk pelatihan teknis, pendampingan, hingga coaching jabatan, sebelum dinilai kembali kelayakannya.
Sejalan dengan kebijakan ini, pemerintah juga tengah mengevaluasi sistem pelaksanaan UKOM secara nasional. Berdasarkan data KemenPAN-RB, ketimpangan kesiapan antara ASN di daerah dan pusat menjadi salah satu penyebab banyaknya kegagalan dalam UKOM.
Banyak daerah belum memiliki akses yang memadai terhadap pelatihan pra-UKOM, serta masih minimnya pembinaan teknis. Oleh karena itu, ke depan pelatihan akan diperkuat melalui platform digital agar bisa diakses secara merata oleh ASN dari seluruh Indonesia.
Kebijakan afirmasi ini dinilai sebagai langkah penting menuju reformasi birokrasi yang lebih humanis dan adaptif. Pemerintah ingin memastikan bahwa ASN tidak merasa terdiskriminasi hanya karena tidak cocok dengan sistem penilaian tunggal seperti UKOM.
Jika berjalan sesuai rencana, aturan baru ini akan menjadi babak baru dalam manajemen ASN di Indonesia. ASN tidak lagi hanya dinilai dari hasil tes semata, melainkan juga dari konsistensi, tanggung jawab, dan rekam jejak profesionalnya.
“Kami ingin menciptakan birokrasi yang bukan hanya cerdas secara teknis, tapi juga adil dan manusiawi. ASN yang gagal satu kali, dua kali, tidak boleh langsung dianggap gagal secara karier. Mereka harus tetap punya harapan,” tegas Alex.
Kebijakan ini disambut baik oleh banyak pihak, terutama para ASN di daerah yang merasa selama ini kurang terfasilitasi dalam menghadapi UKOM. Dengan adanya skema afirmasi dan pengakuan pengalaman kerja, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam membangun birokrasi yang inklusif dan berdaya saing.
Bagi para ASN yang sempat putus asa karena terhambat regulasi, kini harapan itu hadir kembali. Pemerintah telah membuka pintu bagi pengabdian yang lebih bermakna dan karier yang lebih pasti — asalkan disertai komitmen untuk terus belajar dan berkembang.(Tim)