eBrita.com – Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mengungkap kabar memilukan: dua orang dari kerabatnya (cucu ponakan) menjadi korban keracunan dalam program MBG (Makan Bergizi Gratis) di Yogyakarta. Mahfud menyatakan bahwa kejadian tersebut tidak boleh dianggap remeh meskipun persentase kasus tergolong kecil.
“Cucu saya juga keracunan. Iya, MBG. Di Yogyakarta. Cucu ponakan ya,” kata Mahfud MD melalui kanal YouTube-nya yang tayang Selasa malam.
Ia menjelaskan bahwa kedua cucunya serta beberapa murid lain di sekolah yang sama mengalami muntah-muntah usai mengonsumsi menu MBG. Mereka sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit. “Masih dirawat di rumah sakit sampai kemarin… sekarang mungkin hari ini sudah membaik,” ujarnya.
Kritik Terhadap Pernyataan Statistik Pemerintah
Mahfud menanggapi pernyataan Presiden Prabowo bahwa kesalahan distribusi MBG hanya mencapai 0,00017 persen dari total penerima. Menurutnya, angka kecil itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan kejadian. Baginya, persoalan kesehatan dan nyawa harus menjadi prioritas, bukan sekadar hitung-hitungan statistik.
“Jutaan pesawat terbang di dunia ini lalu lalang setiap hari, satu kecelakaan saja sudah jadi peristiwa besar — apalagi ini menyangkut nyawa dan kesehatan anak,” tegas Mahfud.
Sorotan terhadap Tata Kelola MBG
Lebih jauh, Mahfud menyampaikan kritik terkait tata kelola program MBG. Ia mempertanyakan peran pemerintah daerah dalam struktur program tersebut, serta siapa yang bertanggung jawab saat terjadi keracunan:
Kadang pemda yang “turun tangan”, padahal peran strukturalnya dalam MBG belum jelas. Ada guru yang bukan panitia namun ikut menangani distribusi atau pembersihan sisa makanan.
Mahfud juga menekankan bahwa program sebesar MBG harus memiliki landasan hukum yang kuat, agar tidak terjadi kebingungan tanggung jawab.
Menurutnya, diperlukan aturan jelas seperti Perpres, PP, atau undang-undang agar setiap pihak tahu peran dan batas tanggung jawabnya.
Implikasi dan Harapan Publik
Kabar ini memunculkan beberapa implikasi penting:
Publik semakin menuntut transparansi: data lengkap korban, jenis makanan MBG yang menjadi pemicu, laboratorium pengujian, dan laporan resmi dari instansi kesehatan.
Pengawasan terhadap program MBG akan semakin diperketat, baik dari sisi distribusi, kontrol kualitas bahan pangan, hingga keamanan dan kebersihan proses penyajian.
Jika benar bahwa keluarga pejabat ikut menjadi korban, hal ini bisa mengubah persepsi publik terhadap program dan mendorong perubahan kebijakan lebih cepat.(Tim)