EBRITA.COM, BANDUNG – Dunia medis kembali diguncang skandal besar. Seorang dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), berinisial Priguna Anugerah Pratama (31) atau PAP, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
Kasus ini mencuat dan menjadi perhatian publik lantaran pelaku diduga memanfaatkan statusnya sebagai dokter untuk menjebak korban dengan modus seolah-olah melakukan tindakan medis. Peristiwa tragis ini terjadi di salah satu ruangan baru di RSHS yang belum difungsikan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan terhadap PAP menunjukkan indikasi penyimpangan perilaku seksual. Pemeriksaan lebih lanjut akan melibatkan psikolog forensik untuk menilai kondisi kejiwaan tersangka secara profesional.
“Dari pemeriksaan beberapa hari ini, memang ada kecenderungan pelaku mengalami penyimpangan seksual,” ujar Kombes Surawan saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).
Korban, seorang wanita berusia 21 tahun berinisial FH, sedang berada di RSHS untuk menjaga ayahnya yang dalam kondisi kritis. Di tengah situasi emosional dan lelah secara fisik, pelaku justru menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukannya.
PAP meminta korban untuk melakukan transfusi darah sendiri tanpa didampingi keluarga. Kemudian, dengan dalih akan melakukan tindakan medis lanjutan, ia mengajak korban ke ruangan kosong. Di sinilah peristiwa pelecehan seksual tersebut terjadi.
FH yang awalnya tidak mencurigai pelaku, akhirnya mengalami trauma mendalam setelah kejadian tersebut. Aksi ini menjadi sorotan lantaran dilakukan di lingkungan rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Dalam proses penyelidikan, pihak kepolisian menemukan bukti kuat berupa sisa sperma dan alat kontrasepsi yang digunakan oleh pelaku. Barang bukti tersebut telah diamankan dan akan diuji melalui tes DNA.
“Akan diuji DNA-nya. Kita cocokan sperma yang ditemukan di tubuh korban dengan DNA pelaku, termasuk yang terdapat pada alat kontrasepsi,” terang Kombes Surawan.
Lima hari pasca kejadian, tepatnya pada 23 Maret 2025, PAP akhirnya ditangkap oleh aparat kepolisian di sebuah apartemen di Kota Bandung. Saat hendak diringkus, pelaku diketahui sempat berupaya bunuh diri dengan menyayat urat nadi di tangan menggunakan benda tajam.
“Pelaku mencoba bunuh diri dengan menyayat urat nadi di tangannya. Ia sempat dirawat sebelum akhirnya kami tahan,” tambah Surawan.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi pendidikan tinggi, khususnya Universitas Padjadjaran, serta dunia kesehatan secara keseluruhan. Publik mempertanyakan bagaimana pengawasan terhadap mahasiswa program spesialis yang seharusnya telah matang dalam moral, etika, dan tanggung jawab.
Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan tegas, serta menjadi pembelajaran bagi institusi pendidikan maupun layanan kesehatan agar lebih ketat dalam menyeleksi dan membina tenaga medis.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSHS dan Universitas Padjadjaran belum memberikan pernyataan resmi mengenai status akademik tersangka dan tindak lanjut dari pihak kampus. Sementara itu, dukungan bagi korban terus mengalir dari masyarakat dan lembaga perlindungan perempuan.(Tim)