eBrita.com – Menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, warganet dihebohkan dengan fenomena unik sekaligus mengundang kontroversi.
Sejumlah warga di Grobogan, Jawa Tengah, diketahui mengibarkan bendera bajak laut dari anime “One Piece” bendera hitam dengan simbol tengkorak ber-topi jerami berdampingan dengan bendera Merah Putih di depan rumah mereka.
Fenomena ini menjadi viral setelah akun Instagram @zonagrobogan mengunggah video yang memperlihatkan sejumlah rumah warga mengibarkan kombinasi bendera tersebut.
Dalam video itu, terlihat jelas bendera One Piece dikibarkan di bawah atau di samping bendera Merah Putih, menciptakan pemandangan yang tak biasa.
Unggahan itu pun dibumbui caption singkat, “Trend apa lagi ini?” Sebuah pertanyaan yang sontak menyulut perdebatan publik—antara kreativitas, sindiran sosial, dan nilai-nilai nasionalisme.
Tak butuh waktu lama, kolom komentar pun dibanjiri opini netizen. Sebagian besar merespons dengan candaan khas komunitas wibu (penggemar anime). “Simbol perlawanan terhadap pemerintah Konoha,” tulis seorang pengguna, merujuk ke dunia fiksi anime Naruto.
Ada pula yang menggiring aksi ini menjadi gerakan masif. “YOK VIRALKAN DAN LAKUKAN SERENTAK,” seru akun lain. Di sisi berbeda, sejumlah netizen menyayangkan aksi tersebut dan mengingatkan pentingnya menjaga kehormatan simbol negara.
“Lucu sih, tapi jangan sejajarkan bendera anime sama Merah Putih. Ada tempat dan momennya,” komentar salah satu pengguna.
Fenomena ini membuka diskusi penting: Sejauh mana budaya pop boleh diekspresikan di ruang publik, apalagi berdampingan dengan simbol kenegaraan?
Secara hukum, UU Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan bahwa bendera Merah Putih tidak boleh dikibarkan sejajar atau di bawah bendera lain kecuali dalam konteks diplomatik dengan negara sahabat.
Maka meskipun bendera One Piece bukan bendera negara, jika dipasang berdampingan secara sembarangan, hal itu bisa dianggap tidak menghormati simbol negara.
Namun hingga saat ini, belum ada langkah resmi dari aparat atau pemerintah daerah. Beberapa pihak justru mengimbau agar pendekatan yang digunakan lebih edukatif ketimbang represif.
“Daripada dimarahi, lebih baik diberi ruang dialog. Mungkin itu cara mereka menyuarakan sesuatu yang tidak tersampaikan,” ujar salah satu aktivis pemuda di Grobogan.
Bagi sebagian orang, pengibaran bendera One Piece hanyalah ekspresi kecintaan pada karakter fiksi. Tapi bagi yang lain, ini bisa terbaca sebagai simbol kritik sosial, bahkan perlawanan terhadap ketidakadilan.
Dalam konteks perayaan kemerdekaan, di mana simbol negara menjadi pusat perhatian, fenomena ini menjadi alarm penting agar masyarakat memahami batas antara kreasi dan penghormatan.
Merah Putih bukan sekadar kain—ia adalah lambang perjuangan, darah, dan pengorbanan jutaan pejuang bangsa.
Fenomena bendera One Piece adalah cermin dari bagaimana budaya pop telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Tapi ketika simbol fiksi ditempatkan sejajar dengan simbol negara, konteks dan kehati-hatian sangat dibutuhkan.
Mengekspresikan diri sah-sah saja, tapi jangan sampai kebebasan itu menyinggung nilai kebangsaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Karena cinta Tanah Air tak harus seragam, tapi tetap harus hormat. (*)