eBrita.com – Pembahasan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) kembali menjadi sorotan publik. Dalam rapat bersama pemerintah, DPR menyepakati adanya pembatasan larangan rangkap jabatan, namun aturan tersebut hanya berlaku untuk menteri dan wakil menteri. Dengan demikian, pejabat daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota masih bisa merangkap jabatan di BUMN atau perusahaan negara lainnya.
Aturan Baru dalam Revisi UU
Dalam draf revisi yang beredar, disebutkan bahwa menteri dan wakil menteri dilarang menduduki jabatan eselon, direktur, maupun posisi eksekutif lain di BUMN. Ketentuan ini diyakini penting untuk menjaga akuntabilitas dan mencegah konflik kepentingan, mengingat keduanya memiliki peran sentral dalam menentukan kebijakan strategis.
Meski demikian, revisi tersebut tetap membuka ruang bagi pejabat negara untuk duduk sebagai anggota dewan pengawas di BUMN, selama tidak merangkap jabatan eksekutif. Dengan begitu, pengawasan dari kalangan pemerintah masih dimungkinkan.
Latar Belakang Revisi
Isu rangkap jabatan di BUMN sudah lama menjadi sorotan publik. Praktik ini dinilai berisiko tinggi menimbulkan konflik kepentingan karena pejabat negara berpotensi menggunakan kewenangan politik untuk kepentingan bisnis. Dorongan masyarakat sipil sebelumnya meminta agar aturan larangan rangkap jabatan berlaku menyeluruh, mencakup pejabat pusat maupun daerah.
Namun, hasil pembahasan DPR menunjukkan bahwa klausul pembatasan justru lebih sempit dibanding usulan awal.
Pro dan Kontra
Revisi ini memunculkan pro dan kontra di kalangan politisi maupun pengamat.
- Pendukung menilai aturan ini merupakan langkah awal memperbaiki tata kelola BUMN. Dengan menutup ruang rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri, potensi konflik kepentingan di level tertinggi bisa diminimalisir.
- Pengkritik justru menilai aturan ini setengah hati. Pasalnya, pejabat daerah yang juga memiliki kewenangan strategis tetap diperbolehkan rangkap jabatan. Hal ini dianggap membuka celah dominasi politik lokal dalam pengelolaan BUMN.
Selain itu, masih muncul pertanyaan mengenai bagaimana mekanisme pengawasan dan sanksi jika larangan rangkap jabatan dilanggar. Tanpa penegakan aturan yang jelas, ketentuan ini dikhawatirkan hanya menjadi formalitas.
Dinamika Politik
Sejumlah analis menilai keputusan DPR tidak lepas dari kompromi politik. Legislator dari daerah diduga mendorong agar pejabat lokal tetap bisa memiliki peran dalam BUMN, dengan dalih membawa manfaat ekonomi ke wilayah masing-masing. Sementara pemerintah pusat fokus menutup ruang konflik kepentingan di level kementerian.
Revisi UU BUMN dengan aturan baru ini memang memberi sinyal adanya komitmen untuk memperkuat akuntabilitas di perusahaan negara. Namun, dengan pembatasan yang hanya berlaku untuk menteri dan wakil menteri, efektivitas kebijakan masih dipertanyakan. Publik kini menanti apakah revisi ini akan benar-benar memperbaiki tata kelola BUMN atau justru membuka ruang kompromi politik yang lebih luas.(Tim)