SUNGAI PENUH – Serapan anggaran dana desa di Desa Pelayang Raya, Kecamatan Sungai Bungkal, kembali menjadi sorotan tajam.
Kali ini, perhatian publik tertuju pada realisasi anggaran untuk pos “keadaan mendesak” tahun 2023 yang mencapai angka fantastis: Rp.172,8 juta.
Meski anggaran tersebut dinyatakan lolos dari pemeriksaan Inspektorat, para aktivis menegaskan bahwa kelengkapan administrasi bukan berarti bebas dari praktik korupsi.
Audit bukan tameng hukum, dan sejarah sudah mencatat banyak kasus korupsi terbongkar meski laporan pertanggungjawaban terlihat rapi di atas kertas.
“Jangan senang dulu SPJ lengkap. Sudah banyak contoh SPJ bersih, tapi saat diusut penegak hukum, terbongkar semua,” tegas Ruslan, seorang aktivis Sungai Penuh yang kerap mengawal isu transparansi anggaran desa.
Menurutnya, pos anggaran “keadaan mendesak” sebesar Rp 172,8 juta sangat patut dicurigai. Ia mempertanyakan alokasi dana yang besar itu untuk apa saja digunakan? Apakah benar-benar sesuai kondisi lapangan? Atau justru hanya akal-akalan administrasi untuk mencairkan dana?
“Ini yang sedang kita dorong agar Kejari Sungai Penuh turun tangan. Fakta di lapangan harus dicocokkan dengan realisasi di atas kertas,” kata Ruslan, Rabu (11/6/2025).
Ia pun menegaskan bahwa Kepala Desa sebagai Pengguna Anggaran harus siap bertanggung jawab secara hukum. Apalagi, pos “keadaan mendesak” bukan satu-satunya anggaran yang dinilai janggal.
“Itu baru satu pos. Masih banyak anggaran mencurigakan lain yang sudah kami sampaikan ke Kejaksaan. Kita bicara dari tahun 2021 hingga 2024,” tandasnya.
Pihaknya optimistis bahwa Kejaksaan Negeri Sungai Penuh akan menindaklanjuti laporan tersebut, sesuai komitmen penegakan hukum yang sudah berkali-kali disampaikan ke publik.
Anggaran publik bukan uang pribadi. Keadaan mendesak bukan alasan untuk membelanjakan sesuka hati. Dan lolos audit, bukan berarti lolos dari jeratan hukum. (*)